santriversitas.com – Kesuksesan, kebesaran, dan kehebatan Kiai Sahal sebagai ulama bereputasi nasional dan internasional lahir secara alami dari karakter yang terinternalisir secara kuat dari keluarga dan guru-gurunya. Bapaknya, KH. Mahfudh Salam, dikenal sebagai pemimpin ulama, manajer pendidikan, dan pendidik yang sangat disiplin dalam mendidik santri serta anak-anaknya. Pendidikan inilah yang membentuk karakter Kiai Sahal sehingga beliau tumbuh sebagai sosok ulama yang sangat disiplin.
Menurut Kiai Sahal saat penulis wawancarai, bapaknya, KH. Mahfudh Salam, sering memberikan sanksi kepada anak-anaknya jika dalam belajar tidak sesuai target. Saat me-nyemak bacaan Al-Qur’an anak-anaknya jika ada kesalahan, maka Kiai Mahfudh sangat tegas mengingatkannya. Salah satu cara menghindari ketegasan dan kedisiplinan bapaknya adalah lari ke rumah kakeknya, KH. Abdussalam, sehingga bapaknya tidak berani mengejar karena ta’dhim-nya Kiai Mahfudh Salam kepada bapaknya, KH. Abdussalam.
Baca juga: Tawassuth Kiai Sahal Mahfudz
Menurut KH. A. Zakki Fuad Abdillah, KH. Mahfudh Salam ketika mendidik anak dan santrinya tidak jauh berbeda dengan cara mendidik ayahnya, KH. Abdullah Zain Salam, yakni sangat tegas, disiplin, dan penuh dengan target. KH. Mahfudh Salam adalah hafidhul Qur’an (hafal Al-Quran) sehingga dulu di PP. Maslakul Huda juga membuka program hifdhul Qur’an (menghafal Al Qur’an) bagi para santri.
Kiai Sahal dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya diasuh, dididik, dan dibesarkan oleh bapaknya dan pamannya yang karakternya dalam mendidik anak sama: disiplin, tegas, dan penuh target. Maka wajar jika karakter ini terinternalisir dalam jiwa Kiai Sahal, sehingga beliau dikenal dengan sosok yang istikamah.
Bahkan salah satu wasiat KH. Mahfudh Salam kepada adiknya, KH. Abdullah Zain Salam, adalah “Hasyim karo Sahal dadekno wong” (Hasyim -kakak Kiai Sahal yang wafat dalam pertempuran melawan penjajah- dan Sahal jadikan orang/tokoh). Wasiat ini dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab oleh KH. Abdullah Salam sehingga KH. MA Sahal Mahfudh lahir sebagai tokoh bangsa.
Baca juga: ‘Nahwul Qulub’ Imam al-Qusyairi, Melihat Nahwu dari Kacamata Tasawuf
Disiplin adalah pengertian aplikatif dari istikamah. Istikamah adalah konsistensi seseorang dalam melakukan kegiatan dalam waktu dan bentuk yang sama. Dalam istikamah ada kedisiplinan waktu, tempat, dan lain-lain yang mengiringinya sehingga semua berjalan dengan planning yang Jelas.
Banyak ayat Al-Quran dan hadits Nabi yang menjelaskan urgensi istikamah.
ان الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملائكة أن لا تخافوا ولا تحزنوا وابشروا بالجنة التي كنتم توعدون
Sesungguhnya orang-orang yang berkata “Tuhanku Allah” kemudian mereka konsisten dengan ucapannya tersebut, maka turun kepada mereka malaikat yang berkata “supaya kamu tidak takut dan tidak sedih dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan padamu.” (QS. Fushshilat 30)
احب الاعمال الي الله تعالي ادومها وإن قل
“Amal yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling konsisten dilakukan meskipun sedikit” (HR. Imam Bukhari).
Ada maqalah ulama:
وحيثما تستقم يقدر لك الله نجاحا في غابر الأزمان
“Dan jika kamu mampu istikamah, maka Allah akan memastikan kesuksesan padamu di waktu yang akan datang.”
الاستقامة خير من الف كرامة
“Istikamah lebih baik dari seribu kemuliaan.”
Dalam nadham Alfiyyah Ibnu Malik diisyaratkan pentingnya istikamah:
كلامنا لفظ مفيد كاستقم
“Kalam (ucapan) adalah lafadz yang mempunyai faedah seperti lafadz استقم (istiqomahlah kamu)”.
Syaikh Muhammad Ibnu Malik ingin menasehati para santri dan umat Islam jika ingin sukses maka syarat utamanya adalah istikamah dalam melakukan kebaikan, seperti dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya.
Istikamah (disiplin) terbukti menjadi kunci kemajuan negara-negara maju. Kedisiplinan yang tinggi, penghargaan tinggi terhadap waktu, dan menjunjung tinggi nilai moral-etik menjadi pondasi kemajuan negara-negara maju. Nilai-nilai ini menjadi golden culture yang menginspirasi lahirnya inovasi-inovasi hebat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah yang harus diteladani negara lain.
Indikator Keistikamahan Kiai Sahal
Banyak sekali indikator keistikamahan Kiai Sahal. Antara lain:
Pertama, ketika Kiai Sahal belajar di Bendo, Kediri, saat muthalaah kitab, Kiai Sahal melakukannya secara disiplin, yaitu setelah isya’ sampai jam 10 Malam. Hal ini dilakukan terus menerus. Bahkan dalam posisi yang sama, yaitu duduk setengah membungkuk. Demikian keterangan Kiai Aziz Cebolek saat penulis wawancarai.
Baca juga: Mengenal Sab’atu Rijal (1): Tujuh Waliyullah Kota Marakesh, Maroko
Kedua, keterangan dari santri-santri beliau, termasuk teman-teman seangkatan penulis di PIM yang belajar di PP. Maslakul Huda, Kiai Sahal selalu istiqomah dalam menjalani aktivitas harian. Makan pagi, shalat dhuha, muthalaah, dan lain-lain dilakukan dalam waktu yang sama sesuai schedule yang sudah ditentukan.
Ketiga, shalat tahajud dilakukan Kiai Sahal secara disiplin. Bahkan Kiai Sahal menugasi santri untuk mengingatkan Kiai Sahal dalam melakukan shalat tahajud. Bapak Niam Sutaman mengisahkan ini.
Keempat, ketika mengajar di PIM, Kiai Sahal masuk dan keluar tepat waktu sehingga murid-murid berusaha disiplin seperti Kiai Sahal. Bapak Ghufran Wahid mengisahkan ini. Ketika penulis mengikuti pengajian Kiai Sahal saat bulan Ramadhan, maka penulis bisa menyaksikan langsung kedisiplinan Kiai Sahal saat memulai mengaji dan mengakhirinya.
Saat penulis masih di Kajen tahun 1995-1998, Kiai Sahal ketika mengaji kitab di bulan Ramadhan, waktunya jam 8-11 dan jam 13.00-15.00 yang diakhiri dengan shalat ashar berjamaah. Setelah penulis boyong dari Pondok Jombang tahun 2004 dan mengikuti pengajian Kiai Sahal, maka pengajian Kiai Sahal (tepatnya mulai kapan penulis lupa) hanya pagi sampai siang, jam 8-11.
Baca juga: Kisah Darwish yang Menangisi Janggut
Kelima, saat hendak bepergian, Kiai Sahal melakukannya tepat waktu. Sopir Kiai Sahal, Mas Sumar, menceritakan bagaimana kedisiplinan Kiai Sahal ketika bepergian dengan tujuan tertentu. Pernah suatu saat Mas Sumar karena perjalanan dari rumah sampai Kajen ada kendala di jalan, maka Kiai Sahal duko (kurang berkenan). Cara menghukum Kiai Sahal adalah mendiamkan (tidak mengajak bicara) dari awal perjalanan sampai selesai. Hal ini membuat Mas Sumar selalu on time sekuat tenaga ketika mengikuti kegiatan Kiai Sahal.
Keenam, ketika PBNU mengadakan rapat di Kantor PBNU Jakarta atau di tempat yang lain yang sudah ditentukan jamnya, maka Kiai Sahal datang sebelum jam yang ditentukan dan masuk ruang rapat sesuai jam yang ditentukan. Pernah suatu Kali Kiai Sahal hadir dalam rapat PBNU sesuai jam yang ditentukan, namun belum ada yang datang, maka Kiai Sahal bergegas pulang. Kisah ini disampaikan KH. A. Mustafa Bisri mengenang kedisiplinan Kiai Sahal.
Ketujuh, saat menghadiri acara pernikahan, maka Kiai Sahal akan datang sesuai waktu yang diberikan shahibul hajah (yang punya hajat). Hal ini terbukti saat pernikahan penulis tahun 2005 di desa pelosok, Dukuh Wonokerto, Pasucen, Trangkil, Pati. Kiai Sahal bersama Ibu Nyai Nafisah Sahal, hadir tepat waktu sesuai waktu yang kami sampaikan.
Tujuh bukti di atas menunjukkan keistikamahan (kedisiplinan) Kiai Sahal dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kiai Sahal mendidik santri-santrinya dan masyarakat supaya disiplin dalam menjalani aktivitas sebagai kunci menggapai kesuksesan, kemajuan, dan keberkahan hidup dunia akhirat.
Semoga kita mampu meneladaninya, amiin.
فتشبهوا إن لم تكونوا مثلهم – ان التشبه بالرجال فلاح
Ahad, 13 Rajab 1441 – 8 Maret 2020
Dikutip dari postingan suarr.id (media berslogan mencerdaskan akal, menjernihkan hati) pada 15 Maret 2020. By Jamal M. Amsani, Wakil Ketua PCNU Pati, Direktur Lembaga Studi Kitab Kuning (LESKA).